Berkah Valentine Day

14 02 2009

Tahun ini, di hari yang banyak orang bilang hari kasih sayang atawa Valentine Day, akhirnya, untuk pertama kalinya saya merasakan juga manfaat hari Valentine . Berawal dari kebiasaan membaca koran pagi, yang hari ini saya baca saat hari sudah siang. Seperti biasa, halaman perhalaman saya baca, termasuk lowongan pekerjaan, iklan baris jual beli mobil, sampai iklan-iklan yang hari ini hampir semuanya berwarna pink.

Sampai akhirnya tiba kepada sebuah iklan berukuran seperempat halaman, dengan warna pink pula. Iklan dari sebuah perusahaan leasing yang menjadi partner tetap sebuah produk otomotif. Iklan yang membuat saya sigap mengambil kalkulator, memencet sejumlah angka dan menekan simbol =. Hhmm…benar-benar iklan yang menarik dan membuat saya bergegas, karena penawaran itu hanya berlaku hari ini, spesial di hari valentine, katanya begitu.

Langsung saya sodorkan iklan itu ke bendahara keluarga, mencoba meyakinkan bahwa iklan ini perlu ditindaklanjuti, plus penekanan, kesempatan spesial ini hanya datang di hari ini.

Hanya dalam hitungan menit, kami sampai di sebuah dealer rekanan iklan tadi. Tak banyak yang diurus, hanya tanya beberapa, dan langsung beres. Akhirnya, setelah bertahun-tahun, saya harus mengucapkan terimakasih kepada tanggal 14 Februari.





Penjara

11 02 2009

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), pen·ja·ra adalah bangunan tempat mengurung orang hukuman; bui; lembaga pemasyarakatan;

Saya, jelas bukan orang yang sedang mendapat hukuman. Apalagi ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Hhhm…Coba saya ingat-ingat. Mungkin saya pernah melakukan kesalahan akhir-akhir ini. Tapi…setahu saya tidak. Pun jika saya mendapat hukuman, harusnya saya diberitahu, berapa lama saya dapat hukuman dan karena apa.

Saya, entah mengapa, menjadi sangat terpenjara saat ini. Kaki saya terikat. Tak bisa melangkah jauh.





Kisah Kopral Joni

11 02 2009

Pagi itu, Kopral Joni datang ke satuannya bertugas seperti biasa. Tidak telat, tapi juga tidak terlalu dini. Kesatuan tempatnya bertugas, sebut saja Batalyon Perkutut, memang sedang giat-giatnya latihan perang. Maklum, kondisi negara memang tidak stabil, banyak ancaman dari negeri-negeri tetangga yang mengancam kedaulatan.

Layaknya latihan perang, idealnya tiap prajurit dibekali sebuah senjata, entah meriam, atau senapan laras panjang. Tapi, apa mau dikata, pagi itu, Kopral Joni tak kebagian jatah senapannya. Memang sudah menjadi rahasia umum, Batalyon Perkutut memiliki keterbatasan dalam banyak hal, terutama fasilitas penunjang. Untungnya, keterbatasan ini tidak diketahui negeri tetangga (atau diam-diam mereka tahu?).

Singkat cerita, Kopral Joni berlatih perang tanpa senjata di tangan. Dia hanya bisa ikut-ikutan berlari, bersembunyi di balik semak, dan sesekali tiarap. Jika teman didekatnya sedang menembak, Kopral Joni hanya bisa menirukan suaranya, deer…deer…deer…

Aah…kasihan sekali Kopral Joni. Untung, sekali lagi untung, mereka hanya latihan perang. Apa jadinya kalau Kopral Joni berperang dengan negeri tetangga tanpa senjata di tangan? Apa bedanya dengan tindakan bunuh diri seorang mahasiswi yang frustasi dengan cara melompat dari atap gedung…?

Iih…Amit-amit jabang bayi deh…





Ada lagi yang mati

28 01 2009

Sms itu mengejutkan saya. Isinya, undangan untuk menghadiri 7 harian meninggalnya teman saya, teman kampus saya. Terkejut, karena saya tak mendapat kabar saat dia pergi, karena saat terakhir bertemu, dia tampak sehat-sehat saja, kecuali belum bisa lepas dari ketergantungannya terhadap barang tertentu. Satu lagi teman yang mati. Dalam usia muda. Sebelumnya, di tahun-tahun yang lalu, sudah banyak yang pergi.

Tetangga sebelah kiri kamar kost saya dulu, lebih dulu pergi. Dahulu, di masanya, dia jawara. Hobinya, mabuk dan berkelahi. Semua anak baru pasti tahu namanya, pasti memberi jalan saat berpapasan dengannya. Akhirnya, dia kalah juga, oleh barang setan yang akhirnya memberinya penyakit kronis.

Tetangga sebelah kanan kamar kost saya, juga sudah pergi. Dahulu, saat saya baru belajar memegang kamera, dia sudah menjadi fotografer tulen, memakai kamera keluaran terbaru di zamannya. Dia juga yang selalu men’suplai’ daun lintingan untuk kami semua. Tak pernah putus. Terakhir, kabarnya dia tertangkap tangan di Bali saat mengantarkan ‘paket’. Bukan sembarang paket tentu yang mengantarkannya ke LP Cipinang. Lalu muncul berita lewat milis, dia sudah pergi. Desas desus yang beredar, dia sengaja di ‘dor’ karena tak mau mengungkap jaringannya yang besar.

Mereka, ditambah teman saya naik gunung, teman kantor yang punya jaringan di dunia hitam, dan beberapa lainnya pergi di usia yang tak jauh beda dengan usia saya saat ini. Mereka semua mati muda. Dengan berbagai cerita yang mengikutinya.





Met Taon Baroe

31 12 2008

Kali ini saya sekedar ikut-ikutan. Daripada dibilang tak ramah, atau pesimis, atau apapun namanya. Meski saya tak pernah secara khusus merayakan malam pergantian tahun, dan belum ada niat untuk merayakannya sampai sekarang. Selamat tahun baru untuk semuanya, semoga semua baik-baik saja. Amien.





Si Hitam Itu

24 12 2008

Kulitnya hitam legam, rambutnya panjang bergelombang. Bicaranya, sedikit, hanya sedikit. Tertawa, nyaris tak pernah saya lihat. Angker, dingin, kesan yang didapat dari penampilannya.

Tapi, tidak kali ini, hari ini. Dia, si hitam legam dengan rambut panjang bergelombang ada di sebarang sana, bersama sejumlah teman lainnya.

Seketika, kesan dingin dan angker itu langsung hilang, saat si hitam legam tersipu malu, hanya karena beberapa kata yang ditujukan padanya. Tersipu seperti bocah SMA yang digoda teman-temannya di depan wanita yang disukainya(menyukainya?).

Ternyata, memang benar. Selalu ada sesuatu di balik sesuatu. Di balik hitam selalu ada putih. Di balik jahat selalu ada baik. Dan di balik dingin selalu ada hangat, walau tersembunyi jauh disana.





Kemarin, dan yang akan datang…

23 12 2008

Masih jam 4 dinihari saat aku buka mata. Di sebuah kota yang berjarak 500 kilometer lebih dari Jakarta. Di sebuah hotel kecil di sebuah gang. Di sebuah kamar yang dingin tanpa AC sekalipun.

“Mas Gembong sudah sampai, tapi dia bingung harus kemana”, ibuku langsung bicara ketika mataku baru terbuka. Langsung kuambil telpon itu. “Naik becak saja Mas, bilang saja ke Nonongan, kalau sudah sampai, cari saja toko Batik Keris, nanti saya jemput disana”.

Tak berapa lama, telpon itu berbunyi lagi, “Wo, Mas Gembong dah di Nonongan, setelah ini kemana?”. Belum selesai dia bicara, saya sudah beranjak keluar hotel, ke jalan besar. “Sudah Mas, berhenti saja disitu, saya menuju sana, dimana tempatnya?” jawab saya sambil jalan.

Setelah itu, waktu berjalan cepat. Tak terasa.

Kamar-kamar mulai terbuka. Penghuninya keluar satu persatu, bersiap menyambut hari besar. Jam setengah enam. Tukang rias belum datang juga, padahal seharusnya dia sudah datang dari jam 5. Beberapa orang mulai tidak sabar. Maklum, jumlah orang yang mau dirias cukup banyak. Belum lagi yang harus disanggul.

Tak lama, tukang rias akhirnya datang, dan langsung mengerjakan tugasnya. Satu demi satu wajah mulai dipolesnya. Saya sendiri tak banyak dipoles, hanya diberi bedak tipis. Sesaat, tukang rias itu tampak ragu ketika memasang jarik. Seakan hendak bertanya tapi segan. Akhirnya semua pun siap. Hampir jam setengah delapan ketika sepeda motor itu masuk pelataran hotel dengan tergesa. “Loh, kenapa mas…?” tanya saya setelah mengenali pengendara motor yang masih tertutup helm. “Jariknya salah Yo, kamu harusnya pakai jarik ini. Yang itu jarik untuk putri”, jawab pengendara motor itu.

Hampir jam delapan ketika kode itu datang. Pihak perempuan sudah siap menuju mesjid. Rombongan pun langsung bergegas. Alhamdulilah, akhirnya kedua pihak bertemu di mesjid yang telah ditentukan. Saya, langsung diarahkan untuk duduk di depan meja yang telah disiapkan. Bersama dua orang saksi, dan satu orang wali. Tak lama, Bapak penghulu datang. Sedikit sambutan, akad nikah pun dilaksanakan. Entah kenapa dada saya berdegup kencang waktu itu, padahal malam sebelumnya sudah latihan berkali-kali. Alhamdulilah, semuanya berjalan lancar, tidak ada yang perlu diulang. Dua orang fotografer profesional, teman baik saya, dan seorang videografer profesional, juga teman baik saya, memberondong dengan kameranya masing-masing ketika beberapa prosesi dilaksanakan. Terimakasih teman. Saya berhutang kepada kalian.

Acara selanjutnya berjalan lancar. Resepsi yang diadakan secara sederhana, dengan hiburan dari pemain dan penyanyi siter yang rutin mangkal di daerah Keprabon.

Saya tak ingat tepatnya, ketika istri saya membangunkan saya sambil menunjukkan sebuah alat pengetes kehamilan. Positif katanya. Usia perkawinan kami masih sangat muda saat itu.

Sejak saat itu, ada rutinitas lain yang menemani kami. Kontrol kehamilan secara berkala. Yang sedikit merepotkan adalah ketika ia menginginkan dengan sangat seporsi Selat Solo. Sedangkan kami sudah berada di Jakarta waktu itu.

Semakin hari, janin itu semakin membesar, dan istriku tampak semakin lelah untuk menjalani rute Bekasi-Tendean pulang pergi dengan sepeda motor. Waktu tempuh pun jadi semakin lama, karena saya tidak berani memacu sepeda motor seperti biasa. Maklum, setiap hari ada saja lubang baru di jalanan ibukota.

Senang luar biasa hati saya akhirnya bisa melihat istri saya tertidur dengan pulas di jok yang nyaman di samping saya dalam perjalanan pulang ke rumah. Saya tak perlu lagi mengingatkannya untuk terus menerus berpegangan kepada saya, untuk mengingatkannya jangan tertidur dalam perjalanan pulang kerumah. Kamu boleh tertidur kapan saja sayang…Kamu bisa tetap tidur walau hujan turun dengan deras sekalipun.

Siang hari, Jum’at, 24 Oktober 2008. Khawatir itu mulai muncul saat istriku memberi kabar dia telah beberapa kali kontraksi. Khawatir tidak dapat menemani buah hati hadir ke dunia, langsung saya berangkat sore itu juga.

Sabtu, 25 Oktober 2008. Saya sudah tertidur ketika istri saya membangunkan di tengah malam. “Kayaknya ketubanku pecah deh, tolong bangunin Mami”, ujarnya di sela kesadaran saya. Tak lama, kami meluncur ke rumah sakit yang tak jauh dari rumah.

Semalaman, dia menahan sakit, sampai akhirnya si cantik lahir siang harinya, Minggu, 26 Oktober 2008 pukul 10.15. Tak tahan juga saya menitikkan airmata, walau cuma setitik, saat menyaksikan proses kelahiran itu.

Hari ini, sudah satu tahun kami menjalani kehidupan bersama. Kedepan, si cantik Kay akan menemani kami menjalani hari demi hari. Doakan kami.





Hari ini, setahun yang lalu

23 12 2008

Hari ini, setahun yang lalu, perempuan itu aku nikahi.
Hari ini, setahun setelah itu, perempuan itu telah menjadi seorang ibu dari anakkku yang cantik.

Setahun, banyak yang sudah kami punya, mungkin sama banyak dengan yang belum kami dapat.

Setahun, bukan cuma tawa dan bahagia, tapi juga tangis yang kadang datang.

Setahun, yang sama sekali tidak terasa sudah setahun.

Terimakasih Tuhan…

Terimakasih istriku, untuk semuanya…





Safety Player

19 12 2008

Terjemahan harfiahnya apa yaa…? Orang yang lebih suka main aman mungkin. Damn…! Kenapa tiba-tiba gue jadi gak demen banget ama orang-orang kayak gini…? Yang ingin segalanya menjadi pasti, seperti matematika. Padahal, dengan kemampuan dan pengetahuaannya dia pasti tahu, tak ada yang pasti, tak ada yang bisa diprediksi, oleh peramal terhebat sekalipun. Sesekali pasti tidak sesuai dengan harapan. Sesekali pasti akan datang kejutan, entah pukulan atau tepukan tangan.

Bukan ketidakberanian mengambil resiko, tapi ketidakmauan menghadapi resiko yang dia mungkin sedang lakukan. Ini hidup. Tak ada yang pasti. Seperti kita tidak tahu apakah kita akan selamat pulang kerumah hari ini, lewat jalan termudah dan teraman sekalipun.





Buntu

9 10 2008

. . .